Warna
warni ujian
Copyright@Aa
Djamaludin.
Writter:
Asep Aryadi
kabayan,
sosok legendaries dari tanah sunda, selalu tertawa bila akan melewati jalan
tanjakan. Sebaliknya, ia pasti menangis bila jalan yang akan dilaluinya sebuah
turunan. Kenapa demikian? Bagi kabayan bila melewati tanjakan, sesudahnya pasti
jalanya menurun, makanya ia tertawa. Sebaliknya, ia menangis jika melewati
jalan menurun sebab, sesudah itu pasti jalanya menanjak.
KAbayan
memang eksentrik. Makanya ia legendaries dan sosoknya dari mulut. Cara kabayan
memaknai rintangan atau ujian hidup juga unik. Manusia kebanyakan rata – rata
mengeluh atau sejenak menarik nafas jika melewati jalan menanjak. Trerbayang
harus memforsir tenaga dan keringast lebih dari itu biasanya.
Namun
bila difahami secara Holistik(utuh), Kabayan benar, Apalagi jika tanjakan itu kita kaitkan dalam konteks
prestasi, karier dan lain sebagainya. Kita pasti akan menyikapinya dengan
senyum atau tawa puas bila sanggup melampauinya. Sebaliknya akan menangis jika
prestasi, karier dan kualitas diri kita menurun.
Sikap
Kabayan hamper sama dengan sahabat saya, ia bilang sangat khawatir bila
segalanya berjalan baik, teratur, dan stabil ‘Kalau begini terus saya aka
jumud, mandul dan terlalu menikmati proses. Saya kangen ujian, cobaan atau apa
pun yang membuat suasana tidak stabil dan normal se[perti biasanya.
Memang setiap kali menghadapi
ujian, ritme hidup menjadi tidak karuan, amburadul dan sebagainya. Tapi saya
merasa tertngtang untuk lebih bersikap
sabar, lebih beribadah, lebih berdoa. Pokoknya kualitas hidup saya menjadi
serba lebih. Otak lebih berfikir. Jantung lebih berdebar. Kaki semangat lebih
cepat melangkah, bergerak dan merancang strategi serta mencari solusi.”
Adakalanya setiap kali menghadapi ujian, semestinya kita merasa tertantang untuk
lebih bersikap sabar, lebih beribadah, lebih berdoa dan lebih lainya. Baginya hidup itu bukan sekedar
lahir, makan, sekolah, besar, bekerja
menikah, punya anak atau meninggal. Ada sesuatu yang lebih berharga di balik
semua itu, ia menamakan proses. Proses sebelum, sedang dan sesudah
lahirnya kita. Begitu juga proses dari a sampai Z setiap babak kehidupqan yang
kita lalui. Menurutnya, ujian
merupakan bagian dari proses untuk menguji tingkat kemampuan dan keimanan.
Senada dngan firman allah dalam Qs. Al-ankabut/2-3:
“Apakah manusia mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka tidak
diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka,
maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.”
Betolak
dari ayat tersebut, ujian
adalah sebuah prosesuntuk mengetahui tingkat keimanan dan membiktikan realisasi
dari keimanan itu. Mukmin sejati bersyukur ketika mendapat anugrah dari
Tuhan dan bersabar bila sedang diuji-Nya. Kalau tidak demikian, pantaskah kita
disebut mukmin?
Bagi manusia sebagai makhluk
dinamis, ujian juga dapat di kategorikan sebagia bumbu penyedap hidup. Sehingga
hidup terasa lebih berwarna, lebi berwarna, tidak monoton dan hambar. Maka dari
itu siapa pun makhluk yang merasa masuk dalam kategori manusia tak akan lolos
dari cengkraman “kuku” ujian.
“Anak-anak jalanan diuji dengan kehidupan jalananya.
Ulama diuji dengan keilmuanya. Penguasa diuji dengan kekuasanya. Orang pintar
diuji dengan kepintaranya. Si bodoh dengan kebodhanya. Orang sibuk diuji dengan
kesibukanya. Orang santai diuji dengan kesantaianya. Orang kaya diuji dengan
kekayaanya. Si miskin diuji dengan kemelaratanya. Atau sebaliknya Orang kaya
diuji dengan kemelaratan. Orang miskin diuji dengan kekayaan dan lain
sebagainya.
Begitulah warna-warni ujian,
hadir dan mendatangi kita sesuai dengan kapasitas dan kemampuan kita.
Sebagaimana termaktub dalam QS. Al- Baqarah/286:”Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupanya,”
Adalah
benar bahwa Allah tak semata-mata menguji seseorang melainkan sesuai dengan
kemampuanya. Tapi mengapa kadang kala kitas merasa orang yang paling berat
ujianya? Serta melihat ujian yang mendera orang lain sangat kecil disbanding
ujian yang kita alami? Kalu sudah begini kita akansangat jauh dari bersyukur.
Perasaaan seperti ini jika dipelihara akan menjadi “bola salju” yang pada
giliranya, secara sadar atau tidak akan makin membesarkan rasa putus asa dan
ujungnya akan berpaling dari rahmat-Nya. Semoga kita dijaga dari sifat seperti
ini.
Dalam
menghaadapi ujian adakalanya kita takut. Bahkan sebellum ujian datan, kadang
kita sudah berfikir tak akan mampu menghadapi apalagi menakluykannya. Orang
kaya, umpamanya, banyak orang kaya diuji akan kemelaratan. Sehingga menerapkan
berbagai strategi, konspirasi dan menghalalkan segala cara untuk melanggengkan
kekayaanya.
Ada
pula orang miskin yang menggunakan berbagai cara; menggunting dlam lipatan,
menohok dari belakang atau menumbalkan oran lain hanya untuk memburu kekayaan
yang tidak akan menyertia ketika mati. Kenapa harus demikian? Kenapa kita bersikap seolah-olah
kenyamanan dan kemewahan merupakan tujuan utama hidu, padahal yang kita
perlukan untuk berbahaigia sebenarnya ialah hal-hal yang membangkitkan semangat
kita, demikian analisa Charles Kingsley dalam Kata Bijak Hari Ini.
Di sisi lain ujian merupakan bagian dari proses
untuk memanusiakan manusia. Ujian adalah cara Dia memahat, membentuk kepribvadian
kita menjadi sososk atauy gambaran yang kita inginkan. Hanya saja kita harus
bersabar. Ketika
diuji cermatilah batu di tangan pematung. Sekalipun tubuhnya digores, diukir
dan dipahat dengan benda-benda tajam batu etap sabar menerima segala perlakuan
keras dari pematung. Batu tak pernah berontak, memprotes, mengutuk atau mendemo
pematung. Karena batu sadar pematung lebih mengetahui akan jadi apa dia
nantinya.
Begitu pula pematung sebagaimana pun kerasnya batu
ia tak pernah protes dan bersabar karena bila ia sampai dititik itu berarti ia
memiliki kekuatan tanpa batas. Artinya orang yang sabar berarti memiliki
kekuatan tanpa batas makanya sangat jarang orang sanggup untuk bersabar.
Lihatlah hasil dari kombinasi sempurna antara kesabaran, ketekukan, kecermatan,
ketelitian dari batu dan pematung, batu yang biasanya hanya berdiam di kali dan
keberadaaqnya hanya dianggap sambil lalu, bisa berada di pameran-pameran yang
keindahanyasanggup menyihir orang untuk melihat, mengaggumi, atua bahkan
mengoleksinya.
Demikian
pula belasan abad yang lampau kombinasi sempurna antara kesabaran, ketekunan,
kecermatan, ketelitian dari batu dan pematung sanggup menghasilkan arca-arca
dan relief- relief candi Borobudur yang masuk dalam salah satu kategoro
keajaiban dunia. Di dantan pematung yang sabar, tekun, teliti, dan cermat,
bebatuan menjelma menjadi arca yang sanggup menyihir dunia sepanjang masa.
Sebaliknya jika ada batu yang dipahat pematung
tapi tak sampai menyihir dunia, maka jangan salahkan san batu. Mungkin pematung
kurang sabar, kurang cermat, kurang teliti, kurang terampil dan lain
sebagainya. Sehingga kualitas patung yang dikerjakan terkesan biasa saja.
Demikian pula dengan
menusai yang diuji, jika kurang sabar dan tidak terampil ,mengambil hikmah,
maka ketika ujian usai, tak ada yang bertambah dengan kualitas dirinya. Bahkan
ketika diuji tak jarang ada orang yang putus asa dan berpaling dari rahmat
Allah. Demianlah
orang yang lemah imanya, Semoga kita dijauhkan dari sifat seperti ini. Amien.
Berbeda
dengan orang-orang besar uang menghiasi panggung sejarah. Ketika diuji mereka
bersabar, mereka yakin Allah SWT sedang memahat mereka, tidak pernah mereka
mengeluh atau protes, bahkan mengambil hikmahnya. Karena, mereka sadar Allah
SWT lebih mengetahi akan jadi apa mereka nantinya, Kesabaran dan keterampilan
mereka dalam memetik hikmahlah yang memahat mereka menjadi besar. Bagi orang besar, makin diuji
kualitas diri mereka makin bertambah dan makin bertambah besarlah mereka.
Nabi Yusuf,
umpamanya, dijauhi dan dibenci saudara-saudaranya, kemudian di lemparkan
menurut suatu riwayat selama delapan belas tahun di dalam sumur. Kesabaran dan
keterampilan Yusuf muda memetik segala hikmahlah yang pada giliranya
mengatntarkan menjadiseorang nabi.
Pernahkah
kita membayangkan terpasung dalam sebuah sumur, tanpa seorang pun menemani,
tanpa sedikit pun bayangkan hari esok
yang jelas? Tanpa tahu sekarang atau esok makan apa? Sebuah kesendirian dan
kesunyian sempurna tanpa apa atau siapa pun selama delapan belas tahun.
Pernahkah kita dibenturkan dengan ujian seperti itu?O
Tidak ada komentar :
Posting Komentar