Jumat, 27 November 2015

Warna Warni Ujian Dalam Hidup

Warna
warni ujian
Copyright@Aa Djamaludin.
Writter: Asep Aryadi
                kabayan, sosok legendaries dari tanah sunda, selalu tertawa bila akan melewati jalan tanjakan. Sebaliknya, ia pasti menangis bila jalan yang akan dilaluinya sebuah turunan. Kenapa demikian? Bagi kabayan bila melewati tanjakan, sesudahnya pasti jalanya menurun, makanya ia tertawa. Sebaliknya, ia menangis jika melewati jalan menurun sebab, sesudah itu pasti jalanya menanjak.

KAbayan memang eksentrik. Makanya ia legendaries dan sosoknya dari mulut. Cara kabayan memaknai rintangan atau ujian hidup juga unik. Manusia kebanyakan rata – rata mengeluh atau sejenak menarik nafas jika melewati jalan menanjak. Trerbayang harus memforsir tenaga dan keringast lebih dari itu biasanya.

            Namun bila difahami secara Holistik(utuh), Kabayan benar, Apalagi jika tanjakan itu kita kaitkan dalam konteks prestasi, karier dan lain sebagainya. Kita pasti akan menyikapinya dengan senyum atau tawa puas bila sanggup melampauinya. Sebaliknya akan menangis jika prestasi, karier dan kualitas diri kita menurun.
            Sikap Kabayan hamper sama dengan sahabat saya, ia bilang sangat khawatir bila segalanya berjalan baik, teratur, dan stabil ‘Kalau begini terus saya aka jumud, mandul dan terlalu menikmati proses. Saya kangen ujian, cobaan atau apa pun yang membuat suasana tidak stabil dan normal se[perti biasanya.
            Memang setiap kali menghadapi ujian, ritme hidup menjadi tidak karuan, amburadul dan sebagainya. Tapi saya merasa  tertngtang untuk lebih bersikap sabar, lebih beribadah, lebih berdoa. Pokoknya kualitas hidup saya menjadi serba lebih. Otak lebih berfikir. Jantung lebih berdebar. Kaki semangat lebih cepat melangkah, bergerak dan merancang strategi serta mencari solusi.”
            Adakalanya  setiap kali menghadapi ujian, semestinya kita merasa tertantang untuk lebih bersikap sabar, lebih beribadah, lebih berdoa dan lebih lainya. Baginya hidup itu bukan sekedar lahir,  makan, sekolah, besar, bekerja menikah, punya anak atau meninggal. Ada sesuatu yang lebih berharga di balik semua itu, ia menamakan proses. Proses sebelum, sedang dan sesudah lahirnya kita. Begitu juga proses dari a sampai Z setiap babak kehidupqan yang kita lalui. Menurutnya, ujian merupakan bagian dari proses untuk menguji tingkat kemampuan dan keimanan. Senada dngan firman allah dalam Qs. Al-ankabut/2-3:
            “Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
            Betolak dari ayat tersebut, ujian adalah sebuah prosesuntuk mengetahui tingkat keimanan dan membiktikan realisasi dari keimanan itu. Mukmin sejati bersyukur ketika mendapat anugrah dari Tuhan dan bersabar bila sedang diuji-Nya. Kalau tidak demikian, pantaskah kita disebut mukmin?
            Bagi manusia sebagai makhluk dinamis, ujian juga dapat di kategorikan sebagia bumbu penyedap hidup. Sehingga hidup terasa lebih berwarna, lebi berwarna, tidak monoton dan hambar. Maka dari itu siapa pun makhluk yang merasa masuk dalam kategori manusia tak akan lolos dari cengkraman “kuku” ujian.
“Anak-anak jalanan diuji dengan kehidupan jalananya. Ulama diuji dengan keilmuanya. Penguasa diuji dengan kekuasanya. Orang pintar diuji dengan kepintaranya. Si bodoh dengan kebodhanya. Orang sibuk diuji dengan kesibukanya. Orang santai diuji dengan kesantaianya. Orang kaya diuji dengan kekayaanya. Si miskin diuji dengan kemelaratanya. Atau sebaliknya Orang kaya diuji dengan kemelaratan. Orang miskin diuji dengan kekayaan dan lain sebagainya.
            Begitulah warna-warni ujian, hadir dan mendatangi kita sesuai dengan kapasitas dan kemampuan kita. Sebagaimana termaktub dalam QS. Al- Baqarah/286:”Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupanya,”
            Adalah benar bahwa Allah tak semata-mata menguji seseorang melainkan sesuai dengan kemampuanya. Tapi mengapa kadang kala kitas merasa orang yang paling berat ujianya? Serta melihat ujian yang mendera orang lain sangat kecil disbanding ujian yang kita alami? Kalu sudah begini kita akansangat jauh dari bersyukur. Perasaaan seperti ini jika dipelihara akan menjadi “bola salju” yang pada giliranya, secara sadar atau tidak akan makin membesarkan rasa putus asa dan ujungnya akan berpaling dari rahmat-Nya. Semoga kita dijaga dari sifat seperti ini.
            Dalam menghaadapi ujian adakalanya kita takut. Bahkan sebellum ujian datan, kadang kita sudah berfikir tak akan mampu menghadapi apalagi menakluykannya. Orang kaya, umpamanya, banyak orang kaya diuji akan kemelaratan. Sehingga menerapkan berbagai strategi, konspirasi dan menghalalkan segala cara untuk melanggengkan kekayaanya.
            Ada pula orang miskin yang menggunakan berbagai cara; menggunting dlam lipatan, menohok dari belakang atau menumbalkan oran lain hanya untuk memburu kekayaan yang tidak akan menyertia ketika mati. Kenapa harus demikian? Kenapa kita bersikap seolah-olah kenyamanan dan kemewahan merupakan tujuan utama hidu, padahal yang kita perlukan untuk berbahaigia sebenarnya ialah hal-hal yang membangkitkan semangat kita, demikian analisa Charles Kingsley dalam Kata Bijak Hari Ini.
Di sisi lain ujian merupakan bagian dari proses untuk memanusiakan manusia. Ujian adalah cara Dia memahat, membentuk kepribvadian kita menjadi sososk atauy gambaran yang kita inginkan. Hanya saja kita harus bersabar. Ketika diuji cermatilah batu di tangan pematung. Sekalipun tubuhnya digores, diukir dan dipahat dengan benda-benda tajam batu etap sabar menerima segala perlakuan keras dari pematung. Batu tak pernah berontak, memprotes, mengutuk atau mendemo pematung. Karena batu sadar pematung lebih mengetahui akan jadi apa dia nantinya.
Begitu pula pematung sebagaimana pun kerasnya batu ia tak pernah protes dan bersabar karena bila ia sampai dititik itu berarti ia memiliki kekuatan tanpa batas. Artinya orang yang sabar berarti memiliki kekuatan tanpa batas makanya sangat jarang orang sanggup untuk bersabar. Lihatlah hasil dari kombinasi sempurna antara kesabaran, ketekukan, kecermatan, ketelitian dari batu dan pematung, batu yang biasanya hanya berdiam di kali dan keberadaaqnya hanya dianggap sambil lalu, bisa berada di pameran-pameran yang keindahanyasanggup menyihir orang untuk melihat, mengaggumi, atua bahkan mengoleksinya.
Demikian pula belasan abad yang lampau kombinasi sempurna antara kesabaran, ketekunan, kecermatan, ketelitian dari batu dan pematung sanggup menghasilkan arca-arca dan relief- relief candi Borobudur yang masuk dalam salah satu kategoro keajaiban dunia. Di dantan pematung yang sabar, tekun, teliti, dan cermat, bebatuan menjelma menjadi arca yang sanggup menyihir dunia sepanjang masa.
Sebaliknya jika ada batu yang dipahat pematung tapi tak sampai menyihir dunia, maka jangan salahkan san batu. Mungkin pematung kurang sabar, kurang cermat, kurang teliti, kurang terampil dan lain sebagainya. Sehingga kualitas patung yang dikerjakan terkesan biasa saja. Demikian pula dengan menusai yang diuji, jika kurang sabar dan tidak terampil ,mengambil hikmah, maka ketika ujian usai, tak ada yang bertambah dengan kualitas dirinya. Bahkan ketika diuji tak jarang ada orang yang putus asa dan berpaling dari rahmat Allah. Demianlah orang yang lemah imanya, Semoga kita dijauhkan dari sifat seperti ini. Amien.
Berbeda dengan orang-orang besar uang menghiasi panggung sejarah. Ketika diuji mereka bersabar, mereka yakin Allah SWT sedang memahat mereka, tidak pernah mereka mengeluh atau protes, bahkan mengambil hikmahnya. Karena, mereka sadar Allah SWT lebih mengetahi akan jadi apa mereka nantinya, Kesabaran dan keterampilan mereka dalam memetik hikmahlah yang memahat mereka menjadi besar. Bagi orang besar, makin diuji kualitas diri mereka makin bertambah dan makin bertambah besarlah mereka.
Nabi Yusuf, umpamanya, dijauhi dan dibenci saudara-saudaranya, kemudian di lemparkan menurut suatu riwayat selama delapan belas tahun di dalam sumur. Kesabaran dan keterampilan Yusuf muda memetik segala hikmahlah yang pada giliranya mengatntarkan menjadiseorang nabi.
Pernahkah kita membayangkan terpasung dalam sebuah sumur, tanpa seorang pun menemani, tanpa sedikit pun bayangkan  hari esok yang jelas? Tanpa tahu sekarang atau esok makan apa? Sebuah kesendirian dan kesunyian sempurna tanpa apa atau siapa pun selama delapan belas tahun. Pernahkah kita dibenturkan dengan ujian seperti itu?O

Tidak ada komentar :

Posting Komentar